Senin, 09 Oktober 2017

Kurikulum Baru, Semangat Baru


Gaung kurikulum 2013 yang sayup-sayup terdengar akhirnya sampai juga ke sekolah-sekolah dasar yang berada di pedesaaan. Tidak terkecuali pada SD kecil ini, ibarat mendapat mainan baru, semua warga SD Negeri 01 Topos  merasa antusias mengetahui bahwa sekolah sudah diizinkan melaksanakan pembelajaran  berbasis kurikulum 2013. Menerapkan  kurikulum baru di sekolah  dianalogikan seperti mendapatkan baju seragam baru. Semua sekolah merasa antusias untuk mencoba seragam baru. Dengan kedatangan seragam baru,  tentu ada beberapa bagian yang perlu dipermak sana sini agar seragam tersebut cocok dan  nyaman dipakai. Berbagai penyesuaian diperlukan agar pelaksanaan kurikulum bisa berjalan dengan baik, disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan sekolah berada.
Kaget ??? tentu saja, mengingat kurikulum 2013 merupakan hal yang sama sekali baru bagi warga SD Negeri 01 Topos.  Kurikulum yang  diisukan sangat tidak bersahabat dengan situasi di pedesaan membuat warga sekolah pesimis dapat menjalankan kurikulum 2013 ini dengan baik sesuai dengan harapan pemerintah. Tapi benar kata pepatah, “Tak Kenal Maka Tak Sayang”.  Sesuatu yang terdengar buruk tentu akan menjadi tetap buruk selama kita belum mengenal hal itu dengan baik. Ditambah lagi belum tersedianya tenaga pengajar yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan  mengenai kurikulum ini. Setelah beberapa orang guru mengikuti pelatihan mengenai pelaksanaan kurikulum 2013, lambat  laun misteri itu mulai terkuak. Dengan adanya informasi yang akurat mengenai apa dan bagaimana pelaksanaan kurikulum 2013 di sekolah dasar membuat warga sekolah mulai mengerti dan sedikit demi sedikit menerima dengan hati terbuka terhadap  kurikulum baru yang akan diterapkan di sekolah.
Dengan pelaksanaan kurikulum 2013, peran guru yang selama ini  hanya sebagai sumber informasi tunggal mulai berubah. Guru   lebih menempatkan dirinya sebagai model  dan tauladan bagi peserta didiknya dalam berbagai hal. Guru juga berusaha menjadi sahabat yang baik bagi peserta didik di sekolah. Adakalanya materi yang akan dibahas sulit diterapkan disekolah, tapi guru dengan kreatifitasnya berusaha mencari materi yang setara dan dapat disesuaikan dengan kondisi sekolah. Guru memberi informasi yang bersifat umum mengenai materi pembelajaran yang akan dibahas, kemudian memberi pertanyaan-pertanyaan yang bersifat memancing rasa keingintahuan yang harus dijawab sendiri oleh peserta didik.Di lain pihak, peserta didik juga dituntut untuk lebih proaktif dalam mengembangkan pengetahuan mereka, sementara guru lebih menekankan tugasnya sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Peserta didik juga diajarkan untuk mampu berkontribusi dalam masyarakat sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Peserta didik dibimbing agar lebih kreatif memanfaatkan alam sekitar guna mengembangkan potensi dirinya. Peserta didik tidak lagi dibebani dengan   pelajaran-pelajaran yang menakutkan, tetapi lebih diberikan pemahaman bahwa sekolah  adalah tempat bermain sambil belajar.  Peserta didik pun mulai terlihat antusias dan bersemangat akan perubahan-perubahan yang mulai diterapkan sebagai dampak positif dari pelaksanaan kurikulum baru.
Melaksanakan kurikulum 2013 di sekolah pedesaan bukanlah tanpa tantangan. Salah satu  tantangan yang dihadapi dilingkungan pedesaaan dalam pelaksanaan kurikulum ini  adalah minimnya media yang tersedia sebagai sarana penerimaan  informasi dari luar. Beberapa tugas pada buku panduan sering menyarankan peserta didik  untuk mendapatkan informasi pembanding dengan menggunakan media internet, sementara  anak-anak di pedesaan sangat awam dengan hal tersebut.  Satu-satunya media informasi yang mudah diakses bagi mereka hanyalah televisi sebagai alat bantu mereka untuk mengenal dunia luar.  Untuk mengajarkan pengetahuan baru bagi peserta didik terbilang sulit karena miskinnya informasi yang mereka terima. Tantangan lain yang sering dihadapi  adalah saat tujuan pembelajaran meminta  peserta didik untuk dapat berpikir  kritis dengan sistem high order thinking skill, karena pemerolehan informasi baru sangat terbatas dilingkungan mereka. . Kondisi lingkungan dan kehidupan peserta didik  yang masih  sederhana dan tidak banyak tantangan,  membuat pola berpikir mereka cenderung sederhana. Berbagai cara dilakukan oleh guru dalam menyiasati hal ini, antara lain dengan sering melaksanakan pembelajaran berkelompok, sehingga peserta didik bisa saling bertukar pendapat,  dan mendorong peserta didik untuk lebih rajin membaca buku sebagai sumber informasi. Guru selalu menganjurkan agar waktu luang yang ada dimanfaatkan untuk membaca buku. Hal ini juga dimaksudkan untuk menggalakkan gerakan literasi di sekolah yang memang terintegrasi dengan pelaksanaan kurikulum 2013.
Akibat dari kurangnya media informasi dari luar, membuat beberapa materi pembelajaran menjadi sulit untuk disampaikan, misalnya pada materi pembelajaran yang berhubungan dengan keberagaman agama dan budaya sebagai upaya menumbuhkan sikap toleransi dalam mengahadap perbedaan. Dalam pembelajaran kurikulum 2013 peserta didik dibimbing agar  dapat memahami keberagaman yang ada di Indonesia dan memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap keberagaman tersebut. Kondisi peserta didik yang relatif homogen, dan rata –rata  masih memiliki status kekerabatan, menjadikan keberagaman sebagai hal yang langka dalam kehidupan mereka sehari-hari. Minimnya keragaman antar peserta didik membuat pembelajaran yang berhubungan dengan keberagaman sedikit berjalan lambat. Jauhnya jarak dari ibukota kabupaten, sekitar satu jam setengah, dan sekitar tiga  jam dari ibukota Propinsi membuat mereka jarang berkesempatan untuk  bepergian keluar kota melihat berbagai keberagaman di luar budaya mereka sehari-hari. Berbagai cara dilakukan guru untuk memperkaya informasi mereka seperti  melalui cerita dan gambar-gambar yang memperkenalkan tentang keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Guru juga selalu berusaha untuk menanamkan  sikap kebersamaan dan selalu meyakinkan peserta didik bahwa Indonesia adalah negara kaya  dan mereka memiliki banyak saudara di belahan wilayah Indonesia lainnya.
Selain diperkenalkan dengan berbagai keberagaman dan pembentukan sikap toleransi atas keberagaman tersebut,peserta didik juga dibina agar memiliki karakteristik yang kuat dalam kepribadian mereka. Kemampuan peserta didik tidak hanya difokuskan  pada tujuan pembelajaran, tapi lebih diutamakan pada kekhasan yang dimiliki oleh pribadi  masing-masing. Peserta didik dilatih untuk memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi. Masing-masing peserta didik diberikan kesempatan untuk dapat menonjolkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Walaupun mereka tetap dituntut untuk mencapai kemampuan kompetensi dasar yang sudah ditentukan,, tapi itu tidak menjadi acuan bagi guru untuk menentukan keberhasilan peserta didik. Dalam lingkungan sekolah peserta didik kelas atas juga  didorong untuk bisa menjadi panutan bagi adiknya di peserta didik kelas bawah. Peserta didik kelas atas dibiasakan untuk membimbing dan menjadi figur yang dibanggakan oleh peserta didik di kelas bawah. Sopan santun, keramahan dan harmonisasi di lingkungan sekolah selalu dijaga. Dalam hal lain, ketegasan tetap diterapkan pada saat peserta didik melakukan kesalahan. Ketegasan yang diterapkan pada kesalahan dijadikan contoh bagi peserta didik lain untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama. Sinergi antara harmoni dan disiplin menciptakan peserta didik yang berkarakter dan berakhlak baik. Pembentukan karakter mulia butuh waktu yang tidak sebentar, oleh karena itu guru tidak memaksakan agar siswa berubah secara drastis. Seiring berjalannya waktu, lambat laun perubahan karakter dan kepribadian ke arah positif mulai tampak dalam individu peserta didik.  
Hal lain yang menjadi kendala yang unik dalam pelaksanaan kurikulum 2013 di SD Negeri 01 Topos  adalah sulitnya  membangun komunikasi yang baik dengan orang tua ataupun wali murid. Untuk dapat bekerja sama dengan orangtua temasuk hal yang sulit dilakukan sebagian peserta didik karena kebanyakan orang tua mereka menginap di kebun, sehingga frekuensi pertemuan dengan orang tua menjadi terbatas. Selain itu, tingkat pendidikan orang tua yang relatif rendah membuat pembelajaran yang melibatkan orang tua sedikit mengalami hambatan. Misalnya pada saat  guru meminta peserta didik mewawancarai orangtuanya mengenai beberapa materi pembelajaran yang didapatkan di sekolah. Beberapa peserta didik justru kebingungan karena orang tua mereka pun tidak mengerti mengenai materi pembelajaran tersebut.. Namun dengan dilibatkan dalam pembelajaran di rumah membuat orangtua berusaha untuk meningkatkan  kemampuan mereka, terlihat dari hasil wawancara mereka walaupun terkesan jawaban nya sangat sederhana bahkan kadang jauh  melenceng dari tema, setidaknya ada usaha dari mereka yang patut dihargai. Pembelajaran yang melibatkan orang tua pun diusahakan  berhubungan dengan materi-materi ringan yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Guru menekankan agar peserta didik bukan merepotkan orang tua, melainkan menghargai pendapat mereka tentang materi yang telah dipelajari di sekolah.
Pada awal pelaksanaan terlihat orang tua dan wali tidak begitu antusias menyambut pelaksanaan kurikulum baru ini. Seluruh materi tidak bisa ditelan mentah-mentah. Banyak penyesuaian yang perlu dilakukan diberbagai bidang, karena tidak semua hal bisa mereka cerna dengan baik. Tidak sedikit orang tua dan wali murid  merasa bingung mengenai tingkat juaranya anaknya di kelas, karena mereka terbiasa membandingkan anak-anak mereka satu sama lain dengan tingkat prestasi mereka di sekolah. Oleh karena itu, guru selalu berusaha meyakinkan orang tua dan wali murid bahwa setiap anak mereka adalah istimewa dengan menonjolkan kelebihan individu masing-masing peserta didik.  Kesempatan bertemu dengan oraqng tua dan wali murid peserta didik dimanfaatkan oleh guru untuk menonjolkan kemampuan yang dimiliki anaknya. Dengan memberikan ruang untuk mengungkapkan kebanggaan terhadap anaknya disela-sela kekurangannya, diharapkan orang tua dapat mengintrospeksi diri sekaligus dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan kemampuan khas yang dimiliki anaknya masing-masing. Setelah melewati beberapa proses yang mau tidak mau melibatkan orang tua, membuat mereka akhirnya mengerti dan mulai kooperatif dalam  melaksanakan program-program yang ada. Perubahan yang terjadi lambat laun pada perilaku anak-anak mulai terasa manfaatnya bagi orang tua. Anak menjadi lebih santun, disiplin dan menghargai orang tua. Selain itu, peserta didik juga diajarkan untuk dapat mengungkapkan pendapatnya sendiri sesuai dengan sudut pandang pribadi msing-masing. Terkadang mereka bingung, ketika satu sama lain memiliki pandangan berbeda terhadap sesuatu  hal yang  justru dianggap salah selama ini. Pola pikir masyarakat di pedesaan yang cenderung kaku dan monoton membuat mereka seakan-akan anti dengan perbedaan sudut pandang. Dalam hal berpikir kritis, sebagian orang tua beranggapan  hal tersebut akan mengganggu tatanan yang telah ada selama ini,  padahal pola tersebut sangat diharapkan muncul pada pembelajaran K13. Dengan motivasi yang tinggi dari guru bahwa tidak ada yang salah dengan perbedaan,  dan dengan mengadakan pendekatan serta terus berkoordinasi,  akhirnya orang tua mau mengerti dan bersedia diajak kompromi demi kemajuan dan perkembangan kemampuan berpikir putra-putri mereka.
Semua kendala yang dihadapi  dalam pelaksanaan kurikulum 2013  bisa diatasi dengan adanya penyesuaian di berbagai aspek tanpa mengesampingkan tujuan utama dari pembelajaran. Berkomunikasi dengan orang tua juga menjadi kunci utama suksesnya pelaksanaan kurikulum 2013 di SD Negeri 01 Topos. Dengan keterlibatan orang tua membuat peserta didik memiliki kontrol dari dua arah yang berbeda, dari lingkungan primer dan sekunder. Hal ini akan membuat perubahan karakter lebih mudah terpandu dan terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari. Semua hal ini bisa terwujud dengan adanya  kerja sama yang baik antara guru, peserta didik dan orang tua serta lingkungan sekolah.












0 comments:

Posting Komentar